Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Diversifikasi Tanaman Rakyat Diyakini Jadi Kunci Kesejahteraan Petani

Diversifikasi Tanaman Rakyat Diyakini Jadi Kunci Kesejahteraan Petani Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Climate Policy Initiative (CPI) baru saja meluncurkan hasil penelitiannya terkait mitigasi risiko usaha untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil swadaya yang selama ini dinilai masih terlalu bergantung pada kinerja dan fluktuasi harga satu komoditas saja. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, di mana ditemukan bahwa para petani kecil di sana masih sepenuhnya bergantung pada hasil dari perkebunan kelawa sawit. Melalui penelitian ini, CPI merekomendasikan program diversifikasi tanaman untuk dapat mengurangi risiko usaha dari potensi pelemahan harga jual sawit di pasaran. “(Penelitian) Ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian yang kami lakukan di Berau sebagai bagian dari Proyek LEOPALD (Low Emission Palm Oil Development) atau ‘Pengembangan Minyak Sawit Emisi Rendah’ di mana kami bekerjasama dengan Konservasi Alam Nusantara dan GIZ Jerman,” ujar Associate Director CPI Indonesia, Tiza Mafira, dalam keterangan resminya secara virtual, Kamis (11/2).

Menurut Tiza, proyek yang digarapnya tersebut bertujuan untuk mendukung kegiatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam menerapkan strategi Kesepakatan Pembangunan Hijau (Green Growth Compact) lewat kegiatan pengembangan minyak kelapa sawit yang lebih berkelanjutan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa bertanam kelapa sawit telah menjadi mata pencaharian utama bagi para petani kecil swadaya di Berau. Sayangnya, aktivitas ekonomi tersebut terbukti belum cukup kuat untuk diandalkan guna menutupi biaya hidup minimal yang mereka butuhkan. “Kami menemukan bahwa menjual sawit saja rupanya tidak cukup untuk menghasilkan pendapatan yang layak bagi petani kecil di Berau dan hanya dapat menghasilkan pengembalian investasi pada tingkat yang jauh di bawah upah minimum di wilayah tersebut,” tutur Tiza.

Dalam penelitiannya, dijelaskan Tiza, kebun kelapa sawit seluas dua hektar di sana hanya menghasilkan pengembalian 439 persen lebih rendah, atau 4.4 kali lipat lebih rendah dari upah minimum dan pendapatan per kapita kabupaten kabupaten Berau berdasarkan pemodelan keuangan selama 25 tahun. Selain itu, Tiza juga menyebut bahwa meski Kabupaten Berau telah berhasil menyediakan bahan pangan pokok seperti beras melalui program swasembada, ketergantungan pada kelapa sawit menyebabkan tergerusnya berbagai tanaman pangan dan palawija lainnya seperti cokelat dan lada. “Akibatnya, ketahanan pangan di Berau menjadi terancam karena harus mendatangkan tanaman pangan dari daerah lain. Karenanya, program diversifikasi tanaman menjadi solusi tepat untuk menguatkan ketahanan pangan di sana,” tegas Tiza.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: